Rabu, 26 Mei 2010

Cinta dan Benci

Ada suatu nasihat yang dinilai oleh sebagian ulama sebagai hadis Nabi Muhammad saw.: Cintailah kekasihmu secara wajar saja, siapa tahu suatu ketika ia menjadi seterumu. Dan bencilah seterumu secara wajar juga, siapa tahu suatu saat ia menjadi kekasihmu. Cinta dan benci adalah naluri manusia. Tidak heran jika agama memberikan petunjuk menyangkut hal tersebut sebagaimana petunjuknya menyangkut potensi-potensi manusia yang lain.

Nasihat di atas ditujukan kepada manusia, demikian juga kekasih dan seteru yang dimaksud. Manusia memiliki kalbu, yang dalam bahasa aslinya berarti, "bolak-balik". Hati manusia dinamai kalbu karena ia sering berubah-ubah, sekali ke kiri dan sekali ke kanan. Apalagi bila ia tidak memiliki pegangan hidup dan tolak ukur yang pasti.

Cinta dan benci mengisi suatu waktu, sedangkan waktu itu terus berlalu. Karenanya, cinta dan benci pun dapat berlalu. Sebelum bercinta, seseorang merasa dirinya adalah salah satu yang "ada". Tetapi, ketika bercinta, ia dapat merasa memiliki segala yang "ada" atau tidak menghiraukan yang "ada". Dan ketika cintanya putus, ia merasa "tidak ada" dan hampa.

Demikianlah cinta mempermainkan manusia. Cinta dan persahabatan anak muda -menurut sebagian pakar- didorong oleh usaha memperoleh kelezatan. Karenanya, ia serba cepat, yaitu cepat terjalin dan cepat pula putus. Sedangkan cinta dan persahabatan orang dewasa adalah demi memperoleh manfaat, dan inipun beragam sehingga ia pun bersifat sementara. Abu Hayyan At-Tauhidy menulis: "Perjalanan yang paling panjang adalah perjalanan mencari sahabat". Sahabat, menurut Aristoteles, adalah diri Anda sendiri, hanya saja dia orang lain.

Dia adalah Anda sendiri. Dan ingat, Anda memiliki kalbu yang seringkali berubah-ubah. Karenanya, tidak ada persahabatan yang kekal, apalagi dalam dunia kelezatan dan kepentingan. Para sahabat akrab, pada hari kemudian saling bermusuhan kecuali orang-orang yang bertakwa (QS. 43:67). Karena orang bertakwa memiliki pegangan hidup dan tolak ukur yang pasti, yang bersumber dari Allah yang Maha Kekal.

Di sini pula kita menyadari betapa luhur petunjuk Al-Quran yang mengingatkan kita : Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk tidak berlaku adil! Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa (QS.5:8). Sungguh banyak pelajaran yang dapat dipetik dari berbagai peristiwa masa kini yang dapat menjadikan kita semakin percaya akan kebenaran petunjuk-petunjuk agama.

oleh Dr. M. Quraish Shihab

Tidak ada komentar:

By :
Free Blog Templates